Pages

Ads 468x60px

Sastra Indonesia

Sastra Indonesia

Blogroll

Blogger templates

Blogger news

Blogger templates

Selasa, 10 Februari 2015

MAKALAH MODEL PERSEPSI UJARAN (MODEL TEORI MOTOR DAN ANALISIS SISNTESIS) Kelompok IV



MAKALAH MODEL PERSEPSI UJARAN
(MODEL TEORI MOTOR DAN ANALISIS SISNTESIS)
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikolinguistik
Dosen pengampu: Agus Hendriyanto, M. pd.
Di susun Oleh:
1.      Dewi Rahma Yunita         (1220717042)
2.      Ike Pipit Triani                  (1220717056)
3.      Nesya Yanmas Yara         (1220717051)
4.      Rita Meilana Gunanti        (1220717059)
5.      Sinta fitriana                      (1220717062)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
STKIP PGRI PACITAN
2014



BAB I
PNDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk menyampaikan  isi pikiran, bahasa adalah alat untuk berinteraksi, bahasa adalah alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan, semuanya dapat diterima.
Berbahasa itu adalah proses menyampaikan makna oleh penutur kepada pendengar melalui satu atau serangkaian ujaran. Satu proses berbahasa dikatakan berjalan baik apabila makna yang dikirimkan penutur dapat di resepsi oleh pendengar persis seperti yang di maksudkan oleh si penutur. Sebaliknya, suatu proses berbahasa dikatakan tidak berjalan dengan baik apabila makna yang dikirim penutur diresepsi atau dipahami pendengar tidak sesuai dengan yang dikehendaki penutur. Ketidaksesuaian ini bisa disebabkan oleh faktor penutur yang kurang pandai dalam memproduksi ujaran, bisa juga disebabkan oleh faktor pendengar yang kurang mampu merespsi ujaran itu, atau bisa juga akibat faktor lingkungan sewaktu ujaran itu ditransfer dari mulut penutur ke dalam telinga pendengar.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah proses persepsi terhadap ujaran berlangsung?
2.      Bagaimanakah model-model persepsi ujaran?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui proses persepsi terhadap ujaran berlangsung.
2.      Untuk mengetahui model-model persepsi ujaran.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Persepsi Terhadap Ujaran
Ujaran adalah suara murni (tuturan), langsung, dari sosok yang berbicara. Jadi ujaran itu adalah sesuatu baik berupa kata, kalimat, gagasan yang keluar dari mulut manusia yang mempunyai arti. Dengan adanya ujaran ini maka akan muncullah makna sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sedangkan Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka.  Persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh manusia  karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain.
ketika seseorang berbicara atau bernyanyi, indera pendengaran kita mampu membedakan ciri bunyi yang satu dengan yang lainnya. Indera pendengaran mampu menangkap dan memahami rangkaian bunyi vokal dan konsonan yang membentuk sebuah tuturan, cepat-lambat tuturan, dan nada tuturan yang dihasilkan oleh seorang penutur. Seorang penguji coba dalam sebuah media elektronik dituntut memiliki kepekaan dalam persepsi terhadap bunyi bahasa yang yang dihasilkan oleh calon pembawa acara. Ia harus mampu menangkap ketepatan bunyi vokal dan konsonan. Selain itu, ia harus mampu menangkap cepat- lambat, tekanan, serta nada bicara si calon pembawa acara tersebut. Seorang komentator dalam acara kompetisi menyanyi yang populer di televisi dituntut mampu menangkap ketepatan nada yang dihasilkan oleh si penyanyi. Persepsi terhadap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara dikelompokan menjadi dua, yakni:
1.      Persepsi terhadap bunyi yang berupa satuan struktural, yaitu vokal dan konsonan.
2.      Persepsi terhadap bunyi yang berupa cepat-lambat, kelantangan, tekanan, dan nada.

Namun demikian, manusia tetap saja dapat mempersepsi bunyi-bunyi bahasanya dengan baik yang dilakukan melalui tahap-tahap tertentu. Menurut (Clack & Clark, 1977) ada tiga tahap dalam pemprosesan persepsi bunyi yaitu:
1.      Tahap auditori
Pada tahap ini manusia menerima ujaran sepotong demi sepotong. Ujaran ini kemudian ditanggapi dari segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti titik artikulasi, cara artikulasi, fitur distingtif, dan VOT sangat bermanfaat di sini karena yang memisahkan satu bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran itu kita simpan dalam memori auditori kita.
  1. Tahap fonetik
 Bunyi-bunyi itu kemudian kita identifikasi. Dalam proses mental kita, misalnya apakah bunyi tersebut [+konsonantal], [+vois], [+nasal], dst. Begitu pula lingkungan bunyi itu apakah bunyi tadi diikuti oleh vokal atau oleh konsonan. Kalau oleh vokal, vokal macam apa vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi, vokal rendah, dsb. Seandainya ujaran itu adalah Bukan nangka , maka mental kita menganalisis bunyi /b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi apa yang kita dengar itu dengan memperhatikan hal-hal  seperti titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur distingtifnya. Kemudian VOTnya juga diperhatikan karena VOT inilah yang akan menetukan kapan getaran pada pita suara itu terjadi.
  1. Tahap fonologis
 Pada tahap ini mental kita menerapkan aturan fonologis pada deretan bunyi yang kita dengar untuk menetukan apakah bunyi-bunyi  tadi sudah mengikuti aturan fonotaktik yang pada bahasa kita. Untuk bahasa Inggris, bunyi  /h/ tidak mungkin memulai suatu suku kata. Karena itu, penutur Inggris pasti tidak akan menggabungkannya dengan vokal. Seandainya ada urutan bunyi ini dengan bunyi yang berikutnya, dia pasti akan menempatkan bunyi ini dengan bunyi di mukanya, bukan di belakangnya. Dengan demikian deretan bunyi /b/, /Ə/, /h/, /i/, dan /s/ pasti akan dipersepsi sebagai beng dan is , tidak mungkin be dan ngis.

B.     Model-model persepsi ujaran
Dalam rangka memahami bagaimana manusia mempersepsi bunyi sehingga akhirnya nanti bisa terbentuk komprehensi, para ahli psikolinguistik mengemukakan model-model teoritis yang diharapkan dapat menerangkan bagaimana proses persepsi itu terjadi. Ada empat model teoritis yaitu:
1.      Model Teori Motor untuk Persepsi Ujaran
Model yang diajukan oleh Liberman dkk ini, yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai Motor Theory of Speech Perception, menyatakan bahwa manusia mempersepsi bunyi dengan memakai acuan seperti pada saat dia memproduksi bunyi itu (Liberman dkk 1967 dalam Gleason dan Ratner, 1998).
Seperti dinyatakan sebelumnya, bagaimana suatu bunyi diucapkan dipengaruhi oleh bunyi-bunyi lain di sekitarnya. Namun demikian, bunyi itu akan tetap merupakan fonem yang sama, meskipun wujud fonetiknya berbeda. Persamaan ini disebabkan oleh artikulasinya yang sama pada waktu mengucapkan bunyi tersebut. Jadi, meskipun bunyi /b/ pada kata /buka/ dan /bisa/ tidak persis sama dalam pengucapannya, kedua bunyi  ini tetap saja dibuat dengan titik dan cara artikulasi yang sama. Dengan demikian, seorang penutur akan menganggap kedua bunyi ini sebagai dua alofon  dari satu fonem yang sama, yakni, fonem /b/. Dengan kata lain, meskipun kedua bunyi itu secara fonetik berbeda, kedua bunyi ini akan dipersepsi sebagai satu bunyi yang sama. Penentuan suatu bunyi itu bunyi apa didasarkan pada persepsi si pendengar yang seolah-olah membayangkan bagaimana bunyi itu dibuat, seandainya dia sendiri yang mengujarkannya.
2.      Model Analisis dengan Sintesis
Manusia dalam ujarannya pasti akan berbeda-beda, tergantung pada berbagai faktor seperti keadaan kesehatan, keadaan sesaat (gembira atau sedih), dan keadaan alat ujuran (sedang merokok atau tidak). Dengan demikian, kalau kita hanya menggantungkan pada fitur akustiknya saja, maka sebuah kata bisa saja memiliki banyak bentuk yang berbeda-beda. Karena itu, diajukanlah suatu model yang dinamakan Model Analisis dengan Sintesis (Analysis-by-Synthesis).


Dalam model ini dinyatakan bahwa pendengar mempunyai sistem produksi yang dapat mensintesiskan bunyi sesuai dengan mekanisme yang ada padanya (Stevens 1960, dan Stevens dan Halle 1967, dalam Gleason dan Ratner 1998). Waktu dia mendengar suatu deretan bunyi, dia mula-mula mengadakan analisis terhadap bunyi-bunyi itu dari segi fitur distingtif yang ada pada masing-masing bunyi itu. Hasil dari analisis ini digunakan untuk memunculkan atau mensintesiskan suatu ujaran yang kemudian dibandingkan dengan ujaran yang baru dipersepsi. Bila antara ujaran yang dipersepsi dengan ujaran yang disintesiskan itu cocok maka terbentuklah persepsi yang benar. Bila tidak, maka dicarilah lebih lanjut ujaran-ujaran lain untuk akhirnya ditemukan ujaran yang cocok.
Sebagai contoh, bila penutur bahasa Indonesia mendengar deretan bunyi /pola/ maka mula-mula dianalisislah ujaran itu dari segi fitur distingtifnya – dimulai dengan /p/ yang berfitur [+konsonantal], [-kontinuan], [+tak-vois], dsb. Proses ini berlanjut untuk bunyi /o/, dan seterusnya. Setelah semuanya selesai,  disintesiskanlah ujaran itu untuk memunculkan bentuk-bentuk yang mirip dengan bentuk itu seperti kata /mula/, kemudian /pula/, lalu /kola/,  /bola/ … sampai akhirnya ditemukan deretan yang persis sama, yakni, /pola/. Baru pada saat itulah deretan tadi telah dipersepsi dengan benar.












BAB III
SIMPULAN
Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa persepsi ujaran tidaklah sesederhana yang kita pikirkan, di dalamnya terdapat proses atau tahapan bagaimana suatu persepsi terhadap suatu ujaran itu terjadi. Tahapan-tahapan itu adalah tahap auditori, tahap fonetik, dan tahap fonologis,  melalui tahapan-tahapan tersebut kita sebagai pendengar dapat menafsirkan bunyi yang diujarkan oleh penutur  dan memahaminya secara tepat dan sesuai dengan maksud si penutur.
Persepsi ujaran juga mempunyai beberapa model yaitu model teori motor dan model analisis dengan sintetis, dimana pada masing-masing model tersebut terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana sebuah persepsi ujaran itu terbentuk. Seperti keadaan lingkungan, keadaan psikologis si penutur, dan juga kemampuan berbahasa si pendengar atau yang memberikan persepsi.












DAFTAR PUSTAKA
            Dardjowidjojo,  Soenjono. 2003. Psikolinguistik. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.


2 komentar:

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates