PERSEPSI
UJARAN FUZZY LOGICAL MODEL, MOEL COHORT, MODEL TRACE
PERSEPSI
UJARAN
FUZZY
LOGICAL MODEL, MOEL COHORT, MODEL TRACE
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikolinguistik
Dosen
Pengampu
Agus
Hendriyanto, M.Pd
Disusun Oleh
Kelompok V:
1. Afid Andi Sonata (1220717037)
2. Hartini (1220717043)
3. Lilik Susianawati (1220717048)
4. Ria Candra N (1220717058)
5. Mochamad Habib A (1220717050)
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2015
PEMBAHASAN
A.
Persepsi Ujaran
Persepsi ujaran menurut Glasen
(1998:108) adalah proses dimana sebuah ujaran ditafsirkan. Persepsi ujaran
melibatkan tiga proses yang meliputi, pendengaran, penafsiran dan pemahaman
terhadap semua suara yang dihasilkan oleh penutur. Kombinasi fitur-fitur
tersebut (secara runtut) adalah fungsi utama persepsi ujaran. Persepsi ujaran
menggabungkan tidak hanya fonologi dan fonetik dari tuturan yang akan
dirasakan, tetapi juga aspek sintakmatik dan semantik dari pesan lisan
tersebut.
1. Fuzzy
Logical Model
Menurut model ini (Massaro, 1987) persepsi ujaran
terdiri dari tiga proses yakni evaluasi fitur, integrasi fitur, dan kesimpulan.
Dalam model ini ada bentuk prototipe, yakni, bentuk
yang memiliki semua nilai ideal yang ada pada suatu kata, termasuk fitur-fitur
distingtifnya. Informasi dari semua fitur yang masuk dievaluasi, diintegrasi,
dan kemudian dicocokkan dengan deskripsi dari prototipe yang ada pada memori
kita. Setelah dicocokkan lalu diambil kesimpulan apakah masukan tadi cocok
dengan yang terdapat pada prototipe.
Sebagai misal, bila kita mendengar suku yang berbunyi
/ba/ maka kita mengaitkannya dengan suku kata ideal untuk suku ini, yakni,
semua fitur yang ada pada konsonan /b/ maupun pada vokal /a/. Evaluasi fitur
menilai derajat kesamaan masing-masing fitur dari suku yang kita dengar dengan
masing-masing fitur dari prototipe kita. Evaluasi ini lalu diintegrasikan dan
kemudian diambil kesimpulan bahwa suku kata /ba/ yang kita dengar itu sama
(atau tidak sama) dengan suku kata dari prototipe kita.
Model ini dinamakan fuzzy(kabur)
karena bunyi, sukukata, atau kata yang kita dengar tidak mungkin persis 100%
sama dengan prototipe kita. Orang yang sedang mengunyah sesuatu sambil
mengatakan /ba(rah)/ pasti tidak akan menghasilkan /ba/ yang sama yang
diucapkan oleh orang yang tidak sedang mengunyah apa-apa. Begitu pula orang
yang sedang kena flu pasti akan menambahkan bunyi sengau pada suku ini akan
tetapi, suku kata /ba/ yang dengan bunyi sengau ini akan tetap saja kita anggap
sama denga prototipe kita.
2.
Model Cohort
Model untuk
mengenal kata ini terdiri dari dua tahap:
a)
Tahap Pertama, tahap di mana informasi mengenai fonetik dan akustik bunyi-bunyi
pada kata yang kita dengar itu memicu ingatan kita untuk memunculkan kata-kata
lain yang mirip dengan kata tadi. Bila kita mendengar kata /prihatin/ maka
semua kata yang mulai dengan /p/ maka teraktifkan: pahala, pujaan,
priyayi, prakata, dsb. Kata-kata yang termunculkan inilah yang disebut
sebagai cohort.
b)
Tahap kedua, terjadilah proses eliminasi
secara bertahap. Waktu kita kemudian mendengar bunyi /r/ maka kata pahala dan
pujaan akan tersingkirkan karena bunyi kedua pada kata kedua ini
bukanlah /r/ seperti pada kata targetnya. Kata priyayi dan prakata
masih menjadi calon kuat karena kedua kata ini memiliki bunyi /r/ setelah /p/.
Pada proses berikutnya, hanya priyayi yang masih bertahan karena kata prakata
memliki bunyi /a/, bukan /i/, pada urutan ketiganya. Akan tetapi, pada proses
selanjutnya kata priyayi juga tersingkirkan karena pada kata tergetnya
bunyi yang ke-empat adalah /h/ sedangkan pada priyayi adalah /y/. Dengan
demikian maka akhirnya hanya ada satu kata yang persis cocok dengan masukan
yang diterima oleh pendengar, yakni, kata prihatin
3.
Model Trace
Model ini mula-mulanya adalah model untuk mempersepsi
huruf tetapi kemudian dikembangkan untuk mempersepsi bunyi.
Model Trace berdasarkan pada pandangan yang
koneksionis dan mengikuti proses top-down. Artinya konteks leksikal
dapat membantu secara langsung pemrosesan secara perseptual dan secara akustik.
Begitu pula informasi di tataran kata dapat juga mempengaruhi pemprosesan pada
tataran di bawahnya.
Proses ini terdiri dari tiga tahap: tahap fitur, tahap
fonem, dan tahap kata. Pada masing-masing tahap ada node-node yang mewakili
fitur distingtif, fonem, dan kata. Masing-masing node mempunyai tingkat yang
dinamakan resting, threshold, dan activation. Bila kita
mendengar suatu bunyi,maka bunyi ini akan mengaktifkan fitur-fitur distingtif
tertentu dan ‘’mengistirahtkan’’ fitur-fitur distingtif lain yang tidak
relevan. Jadi, seandainya kita mendengar bunyi /ba/, maka bunyi /b/ akan
mengaktifkan fitur-fitur distingtif [+konsonantal], [+anterior], [+vois] dan
beberapa fitur yang lain, tetapi fitur-fitur seperti [+vokalik], [+nasal], dan
[+koronal] akan “diistirahatkan’’ Dengan kata lain, fitur-fitur yang relevan
itu tadi muncul pada tingkat threshold.
Node-node ini saling berkaitan sehingga munculnya
fitur-fitur tertentu pada tingkat threshold bisa pula memunculkan
node-node yang lain. Karena perbedaan antara /b/ dan /p/ hanyalah pada soal
vois maka waktu /b/ muncul, /p/ bisa pula ikut muncul untuk dikontraskan –
meskipun kemudian disingkirkan. Begitu pula ada jaringan interkoneksi antara
satu tingkat dengan tingkat yang lain. Munculnya /k/ dan /o/ utuk kata Inggriscoat
bisa memunculkan kata code, boat, dan road pada tataran
kata.Melalui proses eliminasi pada masing-masing tahap akhirnya ditemukan kata
yang memang kita dengar.
KESIMPULAN
Persepsi ujaran ternyata tidaklah sesederhana yang kita pikirkan, di dalamnya
terdapat proses atau tahapan bagaimana suatu persepsi terhadap suatu ujaran itu
terjadi. Melalui tahapan-tahapan tersebut kita sebagai pendengar dapat
menafsirkan bunyi yang diujarkan oleh penutur dan memahaminya secara
tepat dan sesuai dengan maksud si penutur.
Persepsi
ujaran juga mempunyai beberapa model dimana pada masing-masing model terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana sebuah persepsi ujaran itu terbentuk,
seperti keadaan lingkungan, keadaan psikologis si penutur, dan juga kemampuan
bahasa si pendengar atau yang memberikan persepsi.